Kiat Sukses Tanamkan Agama Sejak Usia Dini
Anak
merupakan anugerah terbesar titipan Tuhan yang harus dijaga dan diberikan
pendidikan terbaik dari kedua orang tua secara seimbang. Pemberian cinta, kasih
sayang dan pendidikan kepada anak di mulai dari anak masih berada dalam
kandungan sampai seumur hidup menurut karakteristik tahap perkembangan yang
terjadi pada usia anak.
![]() |
Kiat Sukses Tanamkan Agama Sejak Usia Dini |
Setiap
anak memiliki potensi yang berbeda kadar dan karakteristik pencapaian yang
dapat dimiliki oleh diri anak. orang tua tidak dapat memaksakan kehendak dan
egoisme pemenuhan standar diri dalam mencapai prestasi hidup di luar batas
kemampuan anak. Orang tua harus mampu mengenali potensi diri yang dimiliki anak
dan bagaimana cara memulai pendidikan yang sesuai dengan kondisi dan
karakteristik anak secara individu bukan di pukul rata berdasarkan jumlah anak
yang dimiliki.
Meskipun
orang tua sangat mendambakan pencapaian prestasi tinggi pada anak setiap anak
yang dimiliki melebihi pencapaian prestasi mereka ketika muda atau masa
kanak-kanak dahulu. Namun bukan berarti harus memaksakan segala kehendak dan
pemberian pendidikan di luar batas kemampuan kapasitas otak yang dimiliki anak
terutama pada usia dini.
Anak
usia dini memang cerdas atau sering disebut sebagai masa emas pertumbuhan
manusia. Masa ini hanya akan datang sekali seumur hidup ketika usia 0-8 tahun.
Menurut Trianto menjelaskan, ahli-ahli neurologi yang menyatakan bahwa pada
saat lahir otak anak bayi mengandung 100 sampai 200 miliar neuron atau sel
saraf yang siap melakukan sambungan antarsel.
Sekitar
50 persen kapasitas kecerdasan manusia telah terjadi ketika usia 4 tahun,
sebanyak 80 persen telah terjadi ketika berusia 8 tahun dan mencapai titik
kulminasi 100 persen ketika anak berusia 8 hingga 18 tahun. Pertumbuhan
fungsional sel-sel saraf tersebut membutuhkan berbagai situasi pendidikan yang
mendukung, baik dalam situasi pendidikan dalam keluarga, masyarakat maupun
sekolah.
Berdasarkan
hasil penelitian para ahli neurologis di atas, maka sangat di sayangkan jika
stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dilakukan sejak usia dini
agar neuron yang terbentuk dalam otak anak semakin berkembang secara maksimal.
Sambungan-sambungan sel saraf otak akan berkembang semakin baik melalui
stimulasi pendidikan yang dilakukan oleh orang tua di mana pun anak berada.
Stimulasi
pendidikan pada anak juga dapat di berikan melalui orang ketiga dalam mendidik
anak (guru) sebagai pendukung pendidikan anak di sekolah atau masyarakat. Anak
yang berada dalam masa keemasan sangat cerdas dengan berbagai potensi yang
dimiliki namun memiliki karakteristik unik yang berbeda dengan orang dewasa.
Contoh sederhana yang dapat dilihat atau diamati adalah ketertarikan mereka
pada dunia baru ketika diajak ke sawah atau kebun. Mereka akan meluapkan rasa
keingintahuannya dengan berbagai hal yang terkadang membuat orang dewasa hanya
bisa geleng-geleng kepala menghadapi berbagai tingkah laku mereka.
Namun
tahukah Ayah dan Bunda itu adalah cara terbaik mereka dalam belajar bagaimana
mengenali dan mengetahui berbagai pengalaman dan hal baru?. Dengan merasakan
secara langsung bagaimana lumpur ketika di lihat, injak atau di pegang maka
anak akan mengenali dengan mudah bahwa itu namanya lumpur sawah. Mereka dapat
mengekplorasi berbagai tumbuhan yang dapat tumbuh dalam lumpur dan sebagainya.
Menurut hasil uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masa usia dini merupakan
masa yang sangat potensial dalam memberikan dan mengembangkan berbagai potensi
dalam diri anak termasuk dalam menanamkan agama.
Jadi
menurut Ayah dan Bunda bagaimanakah cara terbaik yang dapat dilakukan untuk
menanamkan agama kepada anak sejak usia dini?. Sudah benarkan cara yang
dilakukan Ayah dan Bunda di rumah dalam menanamkan agama sejak usia dini?. Atau
pertanyaan terpenting yang harus diperhatikan “Sudahkan Ayah dan Bunda mulai
menanamkan agama pada anak sejak usia dini?”.
Menurut
Ernest Harms dalam Gunarti dkk menyatakan bahwa ada 3 tingkatan ( Buku The
Development of Religius on Children) dalam tahap perkembangan AUD yaitu:
1)
The fairy Tale Stage (tingkat Dongeng) Tahap ini dimulai
pada anak usia 3-6 tahun. Pada tahap ini konsep mengenai Tuhan banyak
dipengaruhi oleh daya fantasi dan emosi anak. Kehidupan anak pada masa ini
banyak dipengaruhi oleh kehidupan fantasi sehingga anak berfantasi dengan
dongeng-dongeng yang kurang masuk akal. Muhibbin menyatakan bahwa jiwa
keagamaan anak pada usia 3-6 tahun bersifat Unreflektive (tidak mendalam) dan
lebih cenderung menganggap Tuhan sebagai manusia dengan kekuatan yang lebih
besar dari pada orang-orang disekitarnya. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh
watak Egosentris anak, sehingga dalam beragama dan cara memahami agama masih
diorientasikan pada kepentingan diri sendiri.
2)
The Realistic Stage ( Tingkat Kenyataan) Tingkat ini terjadi
pada masa anak telah memasuki jenjang SD- usia adolescence (7-15/16 tahun).
Pada masa ini ide Ketuhanan anak telah mencerminkan konsep-konsep yang
berdasarkan kenyataan (realistis). Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga
keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa. Ide keagamaan didasarkan pada
emosional, anak-anak tertarik dan senang pada lembaga-lembaga keagamaan yang
mereka lihat dikerjakan oleh orang dewasa di lingkungannya.
3)
The Individual Stage ( Tingkat individu) Pada tingkat ini anak
telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejak perkembangan usia
mereka. Jiwa keagamaan anak telah bersifat realistis (tidak bergantung pada
dongeng, emosi dan fantasi semata), meskipun dalam beberapa situasi keagamaan
dapat memicu timbulnya emosi. Anak memperoleh konsep Ketuhanan yang Humanistik
(Agama yang telah dianut telah dihayati dengan baik dan menjadi etos Humanist /
jiwa khas kemanusiaan yang tertanam dalam pribadinya). Tinggi rendahnya etos
Humanist bergantung pada pengalaman belajar dan lingkungan termasuk lingkungan
keluarga, teman sejawat, dan lingkungan pendidikan.
Konsep
keagamaan yang individualistik ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu sebagai
berikut. a) Konsep Ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dibagian
kecil daya fantasi. hal tersebut disebabkan oleh pengaruh luar.b) konsep
ketuhanan yang lebih murni dinyatakan dengan pandangan yang besrsifat personal
(perorangan) konsep ketuhanan yang bersaifat humanistik. agama telah menjadi
etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama.
Ayah
dan Bunda, berdasarkan pemaparan teori diatas dapat diketahui bahwa penanaman
agama pada anak harus senantiasa berjalan seimbang dan berkelanjutan dari tahap
awal sampai tahap akhir di mana anak betul-betul mengetahui, memahami dan
menjalankan ajaran agama secara baik dan benar tanpa paksaan.
Penanaman
agama pada anak tidak boleh terputus hanya pada satu tahap usia saja, namun
harus selalu berjalan terus menerus sehingga membutuhkan komitmen dan kerjasama
yang baik antara kedua orang tua dan patner orang tua dalam mendidik anak.
Adapun kiat khusus yang dapat dilakukan orang tua dalam menanamkan pendidikan
agama sejak usia dini kepada anak adalah:
Pertama,
tanamkan dengan cinta dan kasih sayang tanpa paksaan. Lembut namun tegas.
Santai namun pasti. Pelan namun sampai faham. Sedikit-sedikit sesuai kadar
kemampuan anak. Dekati tanpa emosi. Sukarela tanpa imbalan berlebih.
Kedua,
Contohkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemeluk agama selaku hamba
Tuhan. Ingat anak harus melihat dan merasakan secara langsung pengalaman
kehisupan beragama yang baik dan benar berdasarkan contoh ysng diperoleh dari
lingkungan secara langsung oleh panca inderanya. Jadi orang tua mempunyai
kewajiban untuk memberikan pedoman dan contoh yang baik kepada buah hatinya.
Ketiga,
kerjakan bersama membentuk teladan keseharian. Orang tua diharapkan bukan hanya
mengajar dan menyuruh anak melakukan namun ikut berpartisipasi langsung dalam
mengerjakan kegiatan agama yang ditanamkan secara langsung kepada anak.
Keempat,
lakukan berulang-ulang dengan senang. Penanaman agama pada anak tidak boleh
hanya sekali dua kali dilakukan, namun harus sering dilakukan dalam keseharian
tanpa bosan. Jika hal ini dilakukan dengan senang tanpa paksaan yang melibatkan
emosi negatif maka akan membentuk pengalaman berharga yang tidak dapat
dilupakan oleh anak sehingga menjadi kebiasaan.
Kelima,
berikan dengan perhatian yang cukup namun tidak berlebihan. Orang tua
memberikan perhatian-perhatian kecil seputar kehidupan beragama dalam aktivitas
yang dilakukan sehari-hari. Misalnya tanya ketika akan makan tanya sudah cuci
tangan belum, sudah berdoa belum dan lain sebagainya.
Keenam,
ingatkan kembali dengan baik ketika anak salah atau keliru dalam menjalankan
kehidupan beragamanya. Orang tua harus memperhatikan ketika anak melakukan
aktivitasnya terutama di dalam rumah. Jika anak salah atau keliru ingatkan
kembali bagaimana melakukan hal tersebut dengan baik tanpa emosi negatif atau
nada tinggi. Pelan-pelan namun membekas di ingatan.
Ketujuh,
berikan nasihat agama yang baik secara rutin. Nasihat agama sangat diperlukan
untuk menguatkan kehidupan beragama dan membentengi diri dari hal-hal yang
tidak diperbolehkan dalam agama yang dianut.
Kedelapan,
serahkan semua usaha yang telah dilakukan kepada Tuhan. Berikan doa-doa terbaik
pada anak di masa depan. Relakan semua usaha yang telah dilakukan pada kehendak
dan kekuasaan Tuhan secara mutlak. Karena sejatinya Tiada urusan yang sulit
sehingga menjadi mudah dihadapan Tuhan, dalam kekuasaan-Nya lah semua menjadi
mudah. Hal terpenting yang harus dilakukan orang tua adalah meridhai setiap
perbuatan yang tidak melanggar aturan agama dan medoakan kebaikan dan
keberkahan dalam setiap langkah kaki anak.
Kesembilan,
berikan reward atau penghargaan terbaik pada anak. Reward atau penghargaan
boleh diberikan pada anak sebagai penambah motivasi semangat pada saat
diperlukan. Reward yang diberikan diharapkan tidak berlebih dan cenderung
mengikuti keinginan anak yang mendatangkan kesukaran dikemudia hari. Orang tua
harus bijak menentukan jenis reward yang cocok dengan kondisi anak namun tidak
melalaikan keajiban beragama pada anak.
Kesepuluh,
tetapkan aturan main. Orang tua boleh memberikan beragam peraturan yang harus
dilakukan oleh anak atau bersama orang tua baik di rumah maupun lingkungan
bermainnya. Namun hal yang perlu diperhatikan dalam membuat aturan main atau
orang tua harus melibatkan anak dalam membuat aturan sehingga timbul kata
sepakat untuk menerapkannya bersama-sama dengan segala hukuman apabila
melanggar.
Kesebelas,
hargai pendapat dan keberadaan anak. Orang tua juga harus memperhatikan
bagaimana pandangan anak mengenai suatu permasalahan terutama hal-hal yang
berkaitan dengan hukum agama. Hargai pendapatnya, luruskan jika keliru, berikan
pemahaman berdasarkan pedoman agama. Anak juga memiki hati (perasaan) dan emosi
untuk diakui pendapat dan keberadaannya. Dia bukan robot atau miniatur orang
dewasa yang dapat di perintah seenaknya atau di dikte tanpa bantahan.
Duabelas,
berikan kisah inspiratif orang-orang hebat dalam agama yang dianut. Hal ini
dapat memberikan motivasi dan penguatan dalam diri anak dalam menjalankan
kehidupan beragama pada masa mendatang. Orang tua memberikan dongeng atau kisah
teladan orang-orang hebat pada masa lalu atau kisah inspiratif yang pernah ada.
(sumber: https://http://anggunpaud.kemdikbud.go.id)
Posting Komentar untuk "Kiat Sukses Tanamkan Agama Sejak Usia Dini"
Silahkan Tinggalkan Komentar
Berkomentarlah dengan Sopan!